TUGAS
FINAL PSIKOLOGI MANAJEMEN
1.
Mempengaruhi
Perilaku
A. Definisi
Pengaruh
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 849), “Pengaruh adalah daya yang ada atau
timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan
atau perbuatan seseorang.” Sementara itu, Surakhmad (1982:7) menyatakan
bahwa pengaruh adalah kekuatan yang muncul dari suatu benda atau orang dan
juga gejala dalam yang dapat memberikan perubahan terhadap apa-apa yang ada di
sekelilingnya. Jadi, dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
pengaruh merupakan suatu daya atau kekuatan yang timbul dari sesuatu, baik itu
orang maupun benda serta segala sesuatu yang ada di alam sehingga
mempengaruhi apa-apa yang ada di sekitarnya.
B. Kunci
dan Perubahan Perilaku
Dalam perkembangannya, perilaku seseorang dapat
berubah-ubah sesuai dengan hal-hal yang memungkinkan perubahan itu terjadi.
Dalam perkembangannya di kehidupan, perilaku manusia dipengaruhi oleh beberapa
faktor intern dan ekstern yang memungkinkan suatu perilaku mengalami perubahan.
Berikut diuraikan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku pada
manusia.
a) Faktor Internal
Tingkah
laku manusia adalah corak kegiatan yang sangat dipengaruhi oleh faktor yang ada
dalam dirinya. Faktor-faktor intern yang dimaksud antara lain jenis
ras/keturunan, jenis kelamin, sifat fisik, kepribadian, bakat, dan
intelegensia. Faktor-faktor tersebut akan dijelaskan secara lebih rinci seperti
di bawah ini.
·
Jenis Ras/ Keturunan
Setiap
ras yang ada di dunia memperlihatkan tingkah laku yang khas. Tingkah laku khas
ini berbeda pada setiap ras, karena memiliki ciri-ciri tersendiri. Ciri
perilaku ras Negroid antara lain bertemperamen keras, tahan menderita, menonjol
dalam kegiatan olah raga. Ras Mongolid mempunyai ciri ramah, senang bergotong
royong, agak tertutup/pemalu dan sering mengadakan upacara ritual. Demikian
pula beberapa ras lain memiliki ciri perilaku yang berbeda pula.
·
Jenis Kelamin
Perbedaan
perilaku berdasarkan jenis kelamin antara lain cara berpakaian, melakukan
pekerjaan sehari-hari, dan pembagian tugas pekerjaan. Perbedaan ini bisa
dimungkikan karena faktor hormonal, struktur fisik maupun norma pembagian
tugas. Wanita seringkali berperilaku berdasarkan perasaan, sedangkan orang
laki-laki cenderug berperilaku atau bertindak atas pertimbangan rasional.
·
Sifat Fisik
Kretschmer
Sheldon membuat tipologi perilaku seseorang berdasarkan tipe fisiknya.
Misalnya, orang yang pendek, bulat, gendut, wajah berlemak adalah tipe piknis.
Orang dengan ciri demikian dikatakan senang bergaul, humoris, ramah dan banyak
teman.
·
Kepribadian
Kepribadian
adalah segala corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya yang
digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsang baik
yang datang dari dalam dirinya maupun dari lingkungannya, sehingga corak dan
kebiasaan itu merupakan suatu kesatuan fungsional yang khas untuk manusia itu.
Dari pengertian tersebut, kepribadian seseorang jelas sangat berpengaruh
terhadap perilaku sehari-harinya.
·
Intelegensia
Intelegensia
adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara
terarah dan efektif. Bertitik tolak dari pengertian tersebut, tingkah laku
individu sangat dipengaruhi oleh intelegensia. Tingkah laku yang dipengaruhi
oleh intelegensia adalah tingkah laku intelegen di mana seseorang dapat
bertindak secara cepat, tepat, dan mudah terutama dalam mengambil keputusan.
·
Bakat
Bakat
adalah suatu kondisi pada seseorang yang memungkinkannya dengan suatu latihan
khusus mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus, misalnya
berupa kemampuan memainkan musik, melukis, olah raga, dan sebagainya.
b)
Faktor Eksternal
·
Pendidikan
Inti
dari kegiatan pendidikan adalah proses belajar mengajar. Hasil dari proses
belajar mengajar adalah seperangkat perubahan perilaku. Dengan demikian
pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku seseorang. Seseorang yang
berpendidikan tinggi akan berbeda perilakunya dengan orang yang berpendidikan
rendah.
·
Agama
Agama
akan menjadikan individu bertingkah laku sesuai dengan norma dan nilai
yangdiajarkan oleh agama yang diyakininya.
·
Kebudayaan
Kebudayaan
diartikan sebagai kesenian, adat istiadat atau peradaban manusia. Tingkah laku
seseorang dalam kebudayaan tertentu akan berbeda dengan orang yang hidup pada
kebudayaan lainnya, misalnya tingkah laku orang Jawa dengan tingkah laku orang
Papua.
·
Lingkungan
Lingkungan
adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik,
biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh untuk mengubah sifat dan
perilaku individu karena lingkungan itu dapat merupakan lawan atau tantangan
bagi individu untuk mengatasinya. Individu terus berusaha menaklukkan
lingkungan sehingga menjadi jinak dan dapat dikuasainya.
·
Sosial Ekonomi
Status
sosial ekonomi seseorang akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang
diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan
mempengaruhi perilaku seseorang.
Dalam
hal ini, Moh. Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku,
yaitu :
a) Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang
terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan.
Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari
bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin
bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia
mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar
tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha
mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar
Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan
perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang
berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.
b) Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan
atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari
pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga,
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi
dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya.
Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat
Belajar”. Ketika dia mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka
pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan
dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan “Strategi
Belajar Mengajar”.
c)
Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik
untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang
mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan
keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari
dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan
perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.
d)
Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi
bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa
sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Prose
Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual
atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah
mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan
untuk menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip
perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru.\
e)
Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru,
individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya,
mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka
mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku
psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan
sebagainya.
f)
Perubahan yang bersifat pemanen.
Perubahan
perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi
bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan
komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan
menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.
g) Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan
belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka
menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi
pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin
memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan
yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan
tujuan jangka panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki
kompetensi yang memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas
dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
h) Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar
bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh
pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar
tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan
tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya
seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh
keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.
C. Model
Mempengaruhi Perilaku
a) Conditioning (kebiasaan)
Dengan
cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, akhirnya akan
terbentuklah perilaku tersebut. Cara ini didasarkan atas teori belajar
kondisioning oleh Pavlov, Thorndike dan Skinner (Hergenhanh, 1976).
Contohnya
anak dibiasakan bangun pagi dan gosok gigi. Ini akan menjadi perilakunya
sehari-hari.
b) Insight (pengertian)
Teori
ini berdasarkan atas teori belajar kognitif yang dikemukakan oleh Kohler, yaitu
belajar dengan disertai pengertian.
Contohnya
bila naik motor harus memakai helm karena helm tersebut untuk keamanan diri.
c) Model (contoh)
Cara
ini didasarkan atas teori belajar sosial (social learning theory) atau
observational learning theory yang dikemukakan oleh Bandura (1977).
Contohnya
kalau orang berbicara bahwa orang tua adalah panutan bagi anak-anaknya. Hal ini
menunjukkan pembentukan perilaku yang menggunakan model.
2.
Kekuasaan
A. Definisi
Kekuasaan
Kekuasaan adalah
kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan
kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak
boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan
seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain
sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002).
B.
Sumber dan Kekuasaan Menurut Frech dan Roven
a)
Coersive
Power (Kekuasaan
Paksaan)
Merupakan benttuk kekuasaan
yang sifatnya memaksa kehendak terhadap orang lain, sehingga orang tersebut
melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak diinginkannya.
b)
Intensive
Power
(Kekuasaan Imbalan)
Merupakan
model Kekuasaan dimana memita orag lain melakukan apa yang kita kehendaki
dengan adanya imbalan sebagai jasa yang telah dilakukan orang tersebut.
c) Legitimative
Power (Kekuasaan
sah)
Merupakan
model kekuasaan yang terjadi akibat seseorang mempuya suatu kedudukan atau
posisi yang tinggi, sehingga membuat orang lain mengubah perilakunya dan
mengikuti perintahnya.
d) Expert
Power (Kekuasaan
Pakar)
Proses
terjadiya mempengaruhi perilaku dengan kekuasaan pakar ini, karena sesorang
atau organisasi mempercayai kemampuan yag dimiliki individu terhadap suatu hal.
e) Refferent
Power
(Kekuasaan rujukan)
Kekuasaan
rujukan terjadi ketika individu tertarik pada ciri-ciri pribadi yang dimiliki
orang lain, yang membuat orang kagum bahkan disa membuat seseorang berusaha
untuk sama dengan orang yag dikagumiya.
3.
Teori Leadership
A. Definisi
Leadership
Seiring
perkembangan zaman, kepemimpinan
secara ilmiah mulai berkembang bersamaan dengan pertumbuhan manajemen ilmiah yang lebih dikenal
dengan ilmu tentang memimpin. Hal ini terlihat dari banyaknya literatur yang
mengkaji tentang leadership dengan berbagai
sudut pandang atau perspektifnya. Leadership tidak hanya dilihat dari bak saja, akan tetapi dapat
dilihat dari penyiapan sesuatu secara berencana dan dapat melatih
calon-calon pemimpin.
Kepemimpinan atau leadership
merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsip-prinsip dan
rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia
(Moejiono, 2002). Ada banyak pengertian yang dikemukakan oleh para pakar menurut
sudut pandang masing-masing, definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya
beberapa kesamaan.
Menurut
Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) kepemimpinan adalah kegiatan atau seni
mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan
orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang
diinginkan kelompok.
Menurut
Young (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu
bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong
atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh
kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
Moejiono
(2002) memandang bahwa leadership tersebut sebenarnya
sebagai akibat pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang
membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance
induction theorist) cenderung memandang leadership sebagai pemaksaan
atau pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk
membentuk kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin (Moejiono, 2002).
Dari
beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpnan merupakan kemampuan
mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah
laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam
bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau
kelompok.
B. Teori
dari Kepemimpinan Partisipatif
a) Teori X dan Y Douglas Mc. Gregor
Teori Organisasi Klasik
adalah tesis Douglas McGregor yang menyatakan bahwa ada dua pandangan tentang
manusia: yang pertama dasarnya negatif – Teori X – dan yang lainnya pada
dasarnya positif – Teori Y. Teori X dan Teori Y yang ia ajukan dalam memandang
manusia (pegawai).
Setelah
meninjau bagaimana manajer berhubungan dengan pegawai, McGregor menyimpulkan
bahwa pandangan manajer seputar sifat manusia didasarkan pada kelompok asumsi
tertentu dan ia cenderung memperlakukan pegawai berdasarkan asumsi-asumsi
tersebut. Asumsi ini dapat bersifat negatif (Teori X) atau positif (Teori Y).
·
Teori
X
Teori
ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak
suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan
perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam
bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat
bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
Di bawah Teori X ada empat asumsi yang dianut oleh
para manajer:
i.
Pegawai tidak menyukai pekerjaannya dan sebisa mungkin
akan berupaya menghindarinya.
ii.
Karena pegawai tidak menyukai pekerjaannya, mereka
harus diberi sikap keras, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman agar mau
melakukan pekerjaan.
iii.
Pegawai akan mengelakkan tanggung jawab dan mencari
aturan-aturan organisasi yang membenarkan penghindaran tanggung jawab tersebut.
iv.
Kebanyakan pegawai menempatkan rasa aman di atas
faktor lain yang berhubungan dengan pekerjaan dan hanya akan memperlihatkan
sedikit ambisi.
·
Teori
Y
Teori ini memiliki anggapan
bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya.
Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka
memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan
perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta
memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga
tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja.
Penelitian teori x dan y menghasilkan teori gaya kepemimpinan ohio state yang membagi kepemimpinan berdasarkan skala pertimbangan dan penciptaan struktur. Teori Z dapat anda baca di artikel lain di situs organisasi.org ini. Gunakan fasilitas pencarian yang ada untuk menemukan apa yang anda butuhkan.
Penelitian teori x dan y menghasilkan teori gaya kepemimpinan ohio state yang membagi kepemimpinan berdasarkan skala pertimbangan dan penciptaan struktur. Teori Z dapat anda baca di artikel lain di situs organisasi.org ini. Gunakan fasilitas pencarian yang ada untuk menemukan apa yang anda butuhkan.
Kebalikan
dari pandangan yang negatif terhadap manusia, McGregor menempatkan empat asumsi
lain yang disebut Teori Y:
i.
Para pegawai dapat memandang pekerjaan sebagai
sesuatu yang biasa sebagaimana halnya istirahat dan bermain.
ii.
Manusia dapat mengendalikan dirinya sendiri jika
mereka punya komitmen pada tujuan-tujuan.
iii.
Rata-rata orang dapat belajar untuk menyetujui, bahkan
untuk memikul tanggung jawab.
iv.
Kreativitas – yaitu kemampuan mencari keputusan yang
terbaik – secara luas tersebar di populasi pekerja dan bukan hanya mereka yang
. menduduki fungsi manajerial.
b) Teori Sistem 4 (empat) Rensis Likert
Gaya kepemimpian yaitu
sikap dan tindakan yang dilakukan pemimpin dalam menghadapi bawahan. Ada dua
macam gaya kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas
dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan.
Dalam gaya yang berorientasi
pada tugas ditandai oleh beberapa hal sebagai berikut;
·
Pemimpin
memberikan petunjuk kepada bawahan.
·
Pemimpin
selalu mengadakan pengawasan secara ketat terhadap bawahan.
·
Pemimpin
meyakinkan kepada bawahan bahwa tugas-tugas harus dilaksanakan sesuai dengan
keinginannya.
·
Pemimpin
lebih menekankan kepada pelaksanaan tugas daripada pembinaan dan pengembangan
bawahan. Sedangkan gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada karyawan atau
bawahan
ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut.
ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut.
·
Pemimpin
lebih memberikan motivasi daripada memberikan pengawasan kepada bawahan.
·
Pemimpin
melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan.
·
Pemimpin
lebih bersifat kekeluargaan, saling percaya dan kerja sama, saling menghormati
di antara sesama anggota kelompok.
Empat sistem manajemen yang
dikembangkan oleh Rensis Likert. Empat sistem tersebut terdiri dari;
·
Otoritatif
dan Eksploitif
Manajer membuat semua
keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk
melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan
oleh manajer.
·
Otoritatif
dan Benevolent
Manajer tetap menentukan
perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan untuk memberikan komentar
terhadap perintah-perintah tersebut. berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam
batas-batas dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan.
·
Konsultatif
Manajer menetapkan
tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah hal-hal itu didiskusikan
dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan – keputusan mereka
sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk
memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
·
Partisipatif
Adalah sistem yang paling
ideal menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi seharusnya berjalan.
Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok.
Bila manajer secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah
mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk
memotivasi bawahan, manajer tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan
ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan
dan penting.
c) Theory
of Leadership Pattern (Hoice
and Tennenbaum/ Scmidt)
Tujuh
“pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Pola
kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip
dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan
proses pengambilan keputusan. Demokrasi (hubungan berorientasi) pola
kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan. Otoriter
(tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang
oleh pemimpin.Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan
meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara
proporsional.
·
Kepemimpinan Pola 1: “Pemimpin izin bawahan berfungsi
dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior.” Contoh: Pemimpin memungkinkan
anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu.
·
Kepemimpinan Pola 2: “Pemimpin mendefinisikan
batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan.” Contoh: Pemimpin
mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi
tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik.
·
Kepemimpinan Pola 3: “Pemimpin menyajikan masalah,
mendapat kelompok menunjukkan, maka pemimpin membuat keputusan.” Contoh:
Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka
pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.
·
Kepemimpinan Pola 4: “Pemimpin tentatif menyajikan
keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok.” Contoh:
Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk
bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.
·
Kepemimpinan Pola 5: “Pemimpin menyajikan ide-ide dan
mengundang pertanyaan.” Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang
mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian
meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.
·
Kepemimpinan Pola 6: “Para pemimpin membuat keputusan
kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar.” Contoh: Pemimpin
mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu.
Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik
untuk bertemu.
·
Kepemimpinan Pola 7: “Para pemimpin membuat keputusan
dan mengumumkan ke grup.” Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan bertemu
pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan bahwa berita itu
kepada tim.
d) Modern
Choice Approach ti Participation
Beberapa
orang dalam hidupnya mengenal banyak orang, tetapi hanya sedikit teman sejati.
Teman sejati akan didapat dengan ketulusan hati, kepribadian serta rasa
tanggung jawab bukan dari kesempatan, nasib baik ataupun dari potensi duniawi.
Seorang berkepribadian ekstrover mungkin mempunyai peluang untuk mengenal
banyak orang karena mereka lebih berorientasi ke dunia luar.
Dalam
suatu pekerjaan terutama yang menuntut team work/ kelompok kerja didalamnya
harus saling sejalan, sependapat atau mungkin juga satu karakter yang sama,
walaupun dengan banyak ide yang berbeda tetapi tetap satu. Disini pemimpin
dalam team work itu harus cerdas dan cermat, dalam pengambilan keputusan,
membuat suasana salalu hidup dan bervariatif agar bisa menghasilkan sesuatu
yang luar biasa. Team work ini bisa kita temukan dalam pekerjaan seperti,
entertainment, peneliti, konsultan / pengacara, dan yang lainnya.
e) Contingency
Theory of Leadership
dari Fiedler
Model Contingency
dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967) . Menurut model
ini, maka The performance of the group is
contingen upon both the motivasional system of the leader and the degree to
which the leader has control and influence in a particular situation, the
situational favorableness (Fiedler, 1974:73).
Dengan perkataan lain, tinggi rendahnya
prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin dan
sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi
tertentu.
Untuk menilai sistem motivasi dari pemimpin,
pemimpin harus mengisi suatu skala sikap dalam bentuk skala semantic
differential, suatu
skala yang terdiri dari 16 butir skala bipolar. Skor yang diperoleh menggambarkan jarak psikologis yang dirasakan oleh
peminpin antara dia sendiri dengan “rekan kerja yang paling tidak disenangi”
(Least Prefered Coworker = LPC). Skor LPC yang tinggi menunjukkan bahwa
pemimpin melihat rekan kerja yang paling tidak disenangi dalam suasana
menyenangkan. Dikatakan bahwa pemimpin dengan skor LPC yang tinggi ini
berorientasi ke hubungan (relationship oriented). Sebaliknya skor LPC yang
rendah menunjukkan derajat kesiapan pemimpin untuk menolak mereka yang dianggap
tidak dapat bekerja sama. Pemimpin demikian, lebih berorientasi ke
terlaksananya tugas (task oriented). Fiedler menyimpulkan bahwa:
·
Pemimpin dengan skor LPC rendah (pemimpin
yang berorientasi ke tugas) cenderung untuk berhasil paling baik dalam situasi
kelompok baik yang menguntungkan, maupun yang sangat tidak menguntungkan
pemimpin.
·
Pemimpin dengan skor LPC tinggi ( pemimpin
yang berorientasi ke hubungan) cenderung untuk berhasil dengan baik dalam
situasi kelompok yang sederajat dengan keuntungannya. Sebagai landasan
studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi /
lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu;
i.
Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan
(Position power)
Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan ini
berbeda dengan sumber kekuasaan yang berasal dari tipe kepemimpinan yang
kharismatis, atau keahlian (expertise power). Berdasarkan atas kekuasaan ini
seorang pemimpin mempunyai anggota-anggota kelompoknya yang dapat diperintah /
dipimpin, karena ia bertindak sebagai seorang Manager, di mana kekuasaan ini
diperoleh berdasarkan atas kewenangan organisasi (organizational authority).
ii.
Struktur tugas (task structure)
Pada dimensi ini Fiedler berpendapat bahwa
selama tugas-tugas dapat diperinci secara jelas dan orang-orang diberikan
tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan dengan situasi di mana tugas-tugas
itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak jelas. Apabila tugas-tugas tersebut
telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan lebih mudah dikendalikan
dan anggota-anggota kelompok dapat lebih jelas pertanggungjawabannya dalam
pelaksanaan kerja, daripada apabila tugas-tugas itu tidak jelas atau kabur.
iii.
Hubungan antara Pemimpin dan anggotanya (Leader-member relations)
Dalam dimensi ini Fiedler menganggap sangat
penting dari sudut pandangan seorang pemimpin. Kekuasaan atas dasar kedudukan /
jabatan dan struktur tugas dapat dikendalikan secara lebih luas dalam suatu
badan usaha / organisasi selama anggota kelompok suka melakukan dan penuh
kepercayaan terhadap kepimpinannya (hubungan yang baik antara pemimpin-anggota).
f)
Path
Goal Theory
Teori ini menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah sebuah
motivator. Hampir setiap orang menyukai kepuasan kerja karena mencapai tujuan
spesifik. Saat seseorang menentukan tujuan yang jelas, kinerja biasanya
meningkatkan sebab:;
·
Ia akan berorientasi pada hal-hal yang diperlukan
·
Ia akan berusaha keras mencapai tujuan tersebut
·
Tugas-tugas sebisa mungkin akan diselesaikan
·
Semua jalan untuk mencapai tujuan pasti ditempuh
Teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika
kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini mencul bahwa
seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang
jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan goal setting (penetapan
tujuan).
Penetapan tujuan juga dapat ditemukan dalam teori
motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai.
Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbda-beda. Proses
penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri,
diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan perusahaan. Bila didasarkan
oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak
proaktif dan ia akan memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha
mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan. Bila tenaga kerja memiliki
motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk
menetapkan sasaran-sasaran kerjanya utuk kurun waktu tertentu dapat terjadi
bahwa keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.
Contoh : Disuatu sekolah perkampungan sedang
membutuhkan guru baru. Karena sekolah tersebut sangat kekurangan guru. Maka
sang kepala sekolah berusaha untuk sesegera mungkin mencari tenaga guru baru
agar sekolahannya tidak kekurangan guru lagi dan anak-anaknya bisa belajar
dengan baik.
4.
Motivasi
A.
Pengertian Motivasi
Menurut Mc. Donald (dalam Sardiman2007: 73),
menyebutkan bahwa motivasi sebagai perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai
dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya
tujuan. Dari pengertian Mc. Donald ini mengandung tiga elemen penting yaitu:
Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap
individu manusia (walaupun motivasiitu muncul dari dalam diri manusia),
penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia, Motivasi di tandai dengan
munculnya, rasa/”feeling” yang
relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, efeksi dan emosi serta dapat
menentukan tinggkah-laku manusia, Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan
dan tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan.
Menurut
Sardiman (2007: 73), menyebutkan motif dapat diartikan sebagai daya upaya yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya
penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktifitas-aktifitas
tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat dikatakan sebagai suatu
kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata motif itu, maka motivasi
dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi
aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan
sangat dirasakan atau mendesak.
B.
Teori
Drive Reinforcement dan Implikasi
Praktisnya
Teori ”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori
dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh
keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Contohnya.,
Freud ( 1940-1949 ) berdasarkan ide-idenya tentang kepribadian pada bawaan,
dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif, atau drive (teorinya akan
diterangkan secara lebih detail dalam bab kepribadian). Secara umum ,
teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut : ketika suatu keadaan dorongan
internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan
mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. Pada
manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan
apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri
dari;
a)
Suatu keadaan yang mendorong
b)
Perilaku yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh
keadaan terdorong
c)
Pencapaian tujuan yang memadai
d)
Pengurangan dan kepuasan subjektif dan kelegaan ke
tingkat tujuan yang tercapai.
Setelah keadaan itu, keadaan terdorong akan muncul
lagi untuk mendorong perilaku ke arah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian
yang baru saja diuraikan seringkali disebut lingkarankorelasi.
Teori-teori Drive berbeda dalam sumber dari keadaan
terdorong yang memaksa manusia atau binatang
bertindak. Beberapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan
terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Tentang perilaku binatang,
khususnya ahli ethologi telah mengusulkan suatu penjelasan suatu mekanisme
dorongan sejak kelahiran (tinbergen, lorenz, dan leyhausen dalam morgan, dkk.
1986). Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran belajar dalam
keaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan yang di pelajari (learned
drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau binatang
atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke individu yang
lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya
mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu
mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar
dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang
dipelajari menjadi ciri abadi dari orag tertentu dan mendorong orang itu ke
arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain dan
didorong ke arah tujuan yang berbeda.
Teori Reinforcement mempunyai dua aturan pokok :
aturan pokok yang berhubungan dengan perolehan jawaban –jawaban yang benar dan
aturan pokok lain yang berhubungan dengan penghilangan jawaban-jawaban yang
salah. Pengukuran dapat terjadi positif (pemberian ganjaran untuk satu jawaban
yang didinginkan ) atau negatif ( menghilangkan satu rangsang aversif jika
jawaban yang didinginkan telah diberikan ), tetapi organisme harus membuat
antara akasi atau tindakannya dengan sebab akibat.
Siegel dan Lane (1982), mengutip Jablonke dan De Vries
tentang bagaimana manajemen dapat meningkatakan motivasi tenaga kerja, yaitu
dengan;
a) Menentukan apa jawaban yang diinginkan.
b) Mengkomunikasikan dengan jelas perilaku ini kepada
tenaga kerja.
c) Mengkomunikasikan dengan jelas ganjaran apa yang akan
diterima. Tenaga kerja jika jawaban yang benar terjadi.
d) Memberikan ganjaran hanya jika jika jawaban yang benar
dilaksanakan.
e) Memberikan ganjaran kepada jawaban yang diinginkan,
yang terdekat dengan kejadiannya.
Contoh : Seorang mahasiswa yang baru saja join dalam
bisnis ternama. Persyaratannya adalah dengan ia bisa membuat orang lain ikut
bergabung dengan bisnisnya, maka ia akan mendapatkan bonus uang. Lalu apalagi
kalau ia juga bisa menjual produk dalam bisnisnya maka ia akan mendapatkan
bonus yang lebih besar lagi. Maka ia berusaha untuk terus mencari orang untuk
diajak join ke bisnisnya dan menjual produk-produk dalam bisnisnya tersebut.
C. Teori Harapan dan Implikasi Praktisnya
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And
Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “Teori Harapan”.
Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat dari suatu hasil dari yang ingin
dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah
kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat
menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang
bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori
harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk
memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong
untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya
akan menjadi rendah.
Dikalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber
daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan
tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan
hal-hal yang diinginkannya itu. Penekanan ini dianggap penting karena
pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui cara pasti
apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.
Contoh : Seorang pegawai swasta yang menjabat sebagai teller pada bank BCA
bekerja dengan rajin, teliti dan tekun dengan harapan mendapatkan penghargaan
dan pujian dari atasannya, yang kemudian mendapat promosi naik jabatan menjadi
Head Teller. Dengan harapan seperti itu pegawai tersebut, berusaha untuk
bekerja sebaik mungkin.
D. Teori Tujuan dan Implikasi Praktisnya
Teori ini menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah
sebuah motivator. Hampir setiap orang menyukai kepuasan kerja karena mencapai
tujuan spesifik. Saat seseorang menentukan tujuan yang jelas, kinerja biasanya
meningkatkan sebab;
a) Ia akan berorientasi pada hal-hal yang diperlukan
b) Ia akan berusaha keras mencapai tujuan tersebut
c) Tugas-tugas sebisa mungkin akan diselesaikan
d) Semua jalan untuk mencapai tujuan pasti ditempuh
Teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita
memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini mencul bahwa seseorang
akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang jelas.
Sehingga muncullah apa yang disebut dengan goal setting (penetapan tujuan).
Penetapan tujuan juga dapat ditemukan dalam teori
motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai.
Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbda-beda. Proses penetapan
tujuan (goal setting) dapat dilakukan
berdasarkan prakarsa sendiri, diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan
perusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa
motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai
tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan. Bila tenaga kerja memiliki motivasi kerja
yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan
sasaran-sasaran kerjanya utuk kurun waktu tertentu dapat terjadi bahwa
keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.
Contoh : Disuatu sekolah perkampungan sedang
membutuhkan guru baru. Karena sekolah tersebut sangat kekurangan guru. Maka
sang kepala sekolah berusaha untuk sesegera mungkin mencari tenaga guru baru
agar sekolahannya tidak kekurangan guru lagi dan anak-anaknya bisa belajar
dengan baik.
E.
Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Menurut Maslow ada 5 jenis kebutuhan manusia yang
tersusun secara bertingkat sebagai suatu hierarki, yaitu :
a) Kebutuhan-kebutuhan fisik, seperti rasa lapar, haus,
tidur dan seks.
Contoh : seorang mahasiswa yang beraktifitas dari pagi
sampai sore untuk mengerjakan tugas-tugasnya, maka setelah ia kembali kerumah
maka ia akan istirahat untuk bisa menghilangkan rasa lelahnya.
b) Kebutuhan rasa aman, seperti perlindungan dari
kejahatan.
Contoh : seorang istri yang sering terkena KRDT dari
suaminya, juga ingin mendapatkan perindungan dari lembaga KDRT agar ia
terlindungi dari dari kekasaran suaminya.
c) Kebutuhan akan rasa cinta dan diterima, seperti
affiliasi dengan individu-individu lain, dan diterima oleh individu-individu
lain.
Contoh : Seorang anak yang membutuhkan kasih sayang
dari kedua orang tua dan kakak-kakaknya dalam keluarga dan ingin disayangi dan
iterima oleh teman-teman sepermainannya.
d) Kebutuhan akan penghargaan, seperti prestasi,
kompetensi, memperoleh pengakuan dan penghargaan.
Contoh : sorang anak SD belajar dengan tekun agar
prestasinya bisa naik dan disenangi oleh orang tua dan teman-temannya.
e) Akutualisasi diri, seperti pemenuhan potensi keunikan
seseorang
Contoh : seorang karyawan yang bekerja keras dan
menunjukkan kinerjanya yang baik sehingga perusaha bangga terhadapnya.
F.
Kebutuhan yang Perilaku Relevan Dalam Organisasi
a)
Karakteristik biologis
yang terdiri atas umur, jenis kelamin, dan masa kerja.
b)
Kemampuan yang
meliputi kemampuan fisik dan kemampuan intelektual.
c)
Kepribadian, yaitu
himpunan karakteristik dan kecenderungan yang stabil serta menentukan sifat
umum dan perbedaan dalam perilaku seseorang.
d)
Determinan
kepribadian, terbentuk karena faktor keturunan, lingkungan dan situasi.
e)
Pembelajaran, yakni
setiap perubahan yang relatif permanen dari perilaku yang terjadi sebagai hasil
pengalaman kelompok (organisasi) dua individual atau lebih yang berinteraksi
dan saling bergantung dan saling bergabung untuk mencapai sasaran tertentu.
Daftar Pustaka :