Saturday, April 27, 2013

Coping Stress


Coping Stress
Coping adalah suatu tindakan merubah kognitif secara konstan dan merupakan suatu usaha tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau eksternal yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki individu. Coping dipandang sebagai suatu usaha untuk menguasai situasi tertekan, tanpa memperhatikan akibat dari tekanan tersebut. Namun coping bukan merupakan suatu usaha untuk menguasai seluruh situasi menekan, karena tidak semua situasi tersebut dapat benar-benar dikuasai. Maka, coping yang efektif untuk dilakukan adalah coping yang membantu seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya.
Menurut Lazarus & Folkman, dalam melakukan coping, ada dua strategi yang dibedakan menjadi :
1.      Problem-focused coping.
2.      Emotion-focused coping.

Individu cenderung untuk menggunakan problem-focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang menurut individu tersebut dapat dikontrolnya. Sebaliknya, individu cenderung menggunakan emotion focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang menurutnya sulit untuk dikontrol. Terkadang individu dapat menggunakan kedua strategi tersebut secara bersamaan, namun tidak semua strategi coping pasti digunakan oleh individu.
Suatu studi dilakukan oleh Folkman et al., mengenai kemungkinan variasi dari kedua strategi terdahulu, yaitu problem-focused coping dan emotion focused coping. Hasil studi tersebut menunjukkan adanya delapan strategi coping yang muncul, yaitu :
Problem-focused coping         :
      1. Confrontative coping.
      2. Seeking social support.
      3.  Planful problem solving.
Emotion focused coping          :
      1. Self-control.
      2. Distancing.
      3. Positive reappraisal.
      4. Accepting responsibility.
      5. Escape/avoidance.

b.      Coping Outcome
Coping outcome adalah kriteria hasil coping untuk menentukan keberhasilan coping. Coping outcome, yaitu :
1.      Ukuran fungsi fisiologis.
2.      Apakah individu dapat kembali pada keadaan seperti sebelum ia mengalami stress, dan seberapa cepat ia dapat kembali.
3.      Efektivitas dalam mengurangi psychological distress.
Ada pun 5 strategi coping yang mengacu pada fungsi tugas coping yang dikenal dengan istilah coping task, yakni :
1.      Mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya dan meningkatkan prospek untuk memperbaikinya
2.      Mentoleransi atau menyesuaikan diri dengan kenyataan yang negatif.
3.      Mempertahankan gambaran diri yang positif.
4.      Mempertahankan keseimbangan emosional.
5.      Melanjutkan kepuasan terhadap hubungannya dengan orang lain.
Para ahli telah banyak memberikan penjelasan mengenai harfiah stress. Putra menjelaskan, stress adalah respon terhadap stressor. Stressor adalah faktor-faktor pendorong terjadinya stres seperti faktor fisiologis, faktor psikologis, dan faktor sosiologis.
Faktor fisiologis diantaranya peristiwa Post-Menstruation Syndrome (PMS). Ketika wanita terkena PMS, wanita cenderung akan mudah terkena stress. Faktor psikologis diantaranya, ketika seseorang yang menemui kegagalan, sehingga diri individu tersebut akan terbebani dan pada akhirnya kondisi stres tidak akan terelakan lagi. Sedangkan faktor sosiologis diantaranya ketika seseorang merasa tidak di terima dalam lingkungan tertentu.
Interaksi antara individu dengan stressor yang akan tinggi akan berakibat buruk tersebut individu tersebut. Selye menyebutkan, interaksi yang berlebih tersebut akan mengabitkan timbulnya berbagai penyakit fisik atau psikologis. Lebih jauh, Selye menjelaskan tentang Sindrom Adaptasi Umum/General Adaptation Syndrome (GAS) melalui beberapa tahapan, yakni         :
1.        Tahapan Peringatan (Alarm Stage).
2.        Tahapan Adaptasi atau eustress (Adaptation Stage).
3.        Tahapan Kelelahan atau Distress (Exhaustion Stage)

Sunday, April 21, 2013

STRESS


STRESS

A.    PENGERTIAN STRESS
Stress adalah suatu kondisi anda yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stress adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri, sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat.
Stres tidak selalu buruk, walaupun biasanya dibahas dalam konteks negatif, karena stres memiliki nilai positif ketika menjadi peluang saat menawarkan potensi hasil. Sebagai contoh, banyak profesional memandang tekanan berupa beban kerja yang berat dan tenggat waktu yang mepet sebagai tantangan positif yang menaikkan mutu pekerjaan mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka.
Stres bisa positif dan bisa negatif. Para peneliti berpendapat bahwa stres tantangan, atau stres yang menyertai tantangan di lingkungan kerja, beroperasi sangat berbeda dari stres hambatan, atau stres yang menghalangi dalam mencapai tujuan. Meskipun riset mengenai stres tantangan dan stres hambatan baru tahap permulaan, bukti awal menunjukan bahwa stres tantangan memiliki banyak implikasi yang lebih sedikit negatifnya dibanding stres hambatan.

B.     ARTI PENTING STRESS
Manusia sudah ditakdirkan bergantung pada stress dalam perjalannya hidup manusia. Misalnya, mereka melarikan diri pemangsa, melawan musuh dan bertahan hidup dari dunia yang dianggap tidak bersahabat. Pada awal peradaban kehidupan manusia, stress menjadi mekanisme pertahanan hidup. Saat ini, stress justru masuk kedalam katogori “penyakit”.

a)      Gejala Stress
Reaksi stress adalah kondisi yang ditandai adanya ketegangan fisik dan konflik yang berlangsung terus menerus. Setiap reaksi yang kita miliki belum tentu merupakan gejala stress. Reaksi orang pasti dan selalu berbeda-beda. Apa yang menjadi tanda stress bagi seseorang mungkin merupakan pertanda penyakit bagi orang lain. Gejala stress dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yakni fisik, emosi dan perilaku.
Pada dasarnya, setiap orang memiliki respons yang sama terhadap stress. Seberapa besar pengaruh stress pada diri kita tergantung sepenuhnya pada penangan yang kita lakukan. Mempunyai pandangan bahwa stress merupakan sesuatu yang membangun dan bukan sebaliknya.

b)      Toleransi Terhadap Stress
Beberapa orang mampu bekerja dengan baik dibawah tekanan atau karena adanya persaingan. Kelihatannya mereka lebih puas bila dapat menempati tenggat, mengejar target penjualan atau melakukan sesuatu yang menimbulkan perasaan bergairah dalam hidup mereka.
Mereka adalah sebagian kecil orang yang beranggapan bahwa stress tidak perlu menjadi hal yang merugikan dan bahwa stress dapat menjadi bagian dari kehidupan yang sehat dan produktif. Bagi orang semacam ini, toleransi terhadap stress secara otomatis dapat mengubah situasi negatif menjadi positif.
Salah satu teori stress yang paling populer menyatakan bahwa individu yang toleran terhadap stress memiliki sikap hidup yang terkendali, mempunyai komitmen dan peka terhadap tujuan. Namun individu yang cenderung mengalami stress merasa tidak berdaya terhadap peristiwa-peristiwa di sekitarnya. Secara umum kita mengatakan bahwa stress yang positif berasal dari situasi yang mampu kita kendalikan sedangkan yang buruk adalah stress yang tidak mampu kita kendalikan.
Persepsi stress dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain usia, kecerdasan, penghasilan, kemampuan fisik, tingkat pendidikan, agama dan lain sebagainya. Misalnya kita dituntut untuk memecahkan masalah yang sulit. Kita tidak akan begitu merasa terbebani bila kita memiliki tingkat pendidikan dan kecerdasan yang memadai untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pada hakekatnya, persepsi kita terhadap stress adalah faktor penting dalam menentukan perlakuan kita terhadapnya.

C.    TIPE-TIPE STRESS
a)      Tekanan
Tekanan (stress) adalah suatu jenis unsur suprasegmental yang ditandai oleh keras-lembutnya arus ujaran.
b)     Frustasi
Frustasi berasal dari  bahasa latin frustratio, adalah perasaan kecewa akibat terhalang dalam pencapaian tujuan. Semakin penting tujuannya, semakin besar frustrasi dirasakan.Rasa frustrasi bisa menjurus ke stress. atau Frustasi dapat berasal dari dalam (internal) atau dari luar diri (eksternal) seseorang yang mengalaminya.
Sumber yang berasal dari dalam termasuk kekurangan diri sendiri seperti kurangnya rasa percaya diri  atau ketakutan pada situasi sosial yang menghalangi pencapaian tujuan. Konflik juga dapat menjadi sumber internal dari frustrasi saat seseorang mempunyai beberapa tujuan yang saling berinterferensi satu sama lain. Penyebab eksternal dari frustrasi mencakup kondisi-kondisi di luar diri seperti jalan yang macet, tidak punya uang, atau tidak kunjung mendapatkan jodoh.
c)      Konflik
Konflik timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam-macam keinginan, kebutuhan atau tujuan. Ada 3 jenis konflik, yaitu :
Ø  Approach-Approach Conflict
Terjadi apabila individu harus memilih satu diantara dua alternatif yang sama-sama disukai, misalnya saja seseorang yang sulit menentukan keputusan diantara dua pilihan karir yang sama-sama diinginkan. Stres muncul akibat hilangnya kesempatan untuk menikmati alternatif yang tidak diambil. Jenis konflik ini biasanya sangat mudah dan cepat diselesaikan.
Ø  Avoidance-Avoidance Conflict
Terjadi bila individu dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama tidak disenangi, misalnya wanita muda yang hamildiluar pernikahan, di satu sisi ia tidak ingin aborsi tapi disisi lain ia belum mampu secara mental dan finansial untuk membesarkan anaknya nanti.
Konflik jenis ini lebih sulit diputuskan dan memerlukan lebih banyak tenaga dan waktu untuk menyelesaikannya karena masing-masing alternatif memiliki konsekuensi yang tidak menyenangkan.
Ø  Approach-Avoidance Conflict
Merupakan situasi dimana individu merasa tertarik sekaligus tidak menyukai atau ingin menghindar dari seseorang atau suatu objek yang sama, misalnya seseorang yang berniat berhenti merokok,karena khawatir merusak kesehatannya tetapi ia tidak dapat membayangkan sisa hidupnya kelak tanpa rokok.
d)     Kecemasan
Kecemasan adalah keadaan mendadak yang menimbulkan stres pada individu, misalnya kematian orang yang disayangi, kecelakaan dan penyakit yang harus segera dioperasi.

D.    SYMPTOM REDUCING RESPONES STRESS
a)      Respon Terhadap Stress (Defences Mechanism)
Ø  Respon Neurotransmitter 
Stressor mengaktifkan sistem noradrenergik di otak (paling jelas di locus ceruleus) dan menyebabkan pelepasan katekolamin dari sistem saraf otonom. Stresor juga mengaktifkan sistem serotonergik di otak, seperti yang dibuktikan dengan meningkatnya pergantian serotonin.
Stres juga meningkatkan neurotransmisi dopaminergik pada jaras mesofrontal. Neurotransmitter asam amino dan peptidergik juga terlibat di dalam respon stres. Sejumlah studi menunjukkan bahwa corticotrophin-releasing factor (CRF) (sebagai neurotransmitter, bukan sebagai pengatur hormonal fungsi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal), glutamat (melalui reseptor N-metil-D-aspartat [NMDA]) dan gama aminobutiric acid (GABA) semuanya memainkan peranan penting di dalam menimbulkan respon stres atau mengatur sistem yang berespon terhadap stres lainnya seperti sirkuti otak dopaminergik dan noradrenergik.
Ø  Respon Endokrin
Sebagai respon terhadap stres, CRF disekresikan dari hipotalamus ke sistem hipofisial-hipofisis-portal. CRF bekerja di hipofisis anterior untuk memicu pelepasan hormon adrenokortokotropin (ACTH). Setelah dilepaskan, ACTH bekerja di korteks adrenal untuk merangsang sintesis dan pelepasan glukokortikoid. Glukokortikoid sendiri memiliki jutaan efek di dalam tubuh, tetapi kerjanya dapat dirangkum dalam istilah singkat untuk meningkatkan penggunaan energi, meningkatkan aktivitas kardiovaskuler (di dalam respon fight or flight), dan menghambat fungsi seperti pertumbuhan, reproduksi, dan imunitas.
Aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal merupakan pelaku pengendali umpan balik negatif yang ketat melalui produk akhirnya sendiri (ACTH dan kortisol) di berbagai tingkat, termasuk hipofisis anterior, hipotalamus, dan region otak suprahipotalamik seperti hipokampus. Di samping CRF, berbagai secretagogue (zat yang merangsang pelepasan ACTH) dikeluarkan dan dapat memintas pelepasan CRF serta bekerja langsung untuk memulai kaskade glukokortikoid. Contoh secretagogue termasuk katekolamin, vasopressin, dan oksitosin. Yang menarik, stresor berbeda (stres dingin lawan hipotensi) memicu pola pelepasan secretagogue yang berbeda, juga menunjukkan bahwa gagasan respons stres yang sama terhadap stresor umum adalah terlalu disederhanakan.
Ø  Respon Imun
Bagian dari respon stres terdiri atas inhibisi fungsi imun oleh glukokortikoid. Inhibisi dapat mencerminkan kerja kompensasi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal untuk mengurangi efek fisiologis stres lainnya. Sebaliknya stres juga dapat menyebabkan aktivasi imun melalui berbagai jalur. CRF sendiri dapat merangsang pelepasan norepinefrin melalui reseptor CRF yang terletak di locus cereleus yang mengaktifkan sistem saraf simpatis, baik sentral maupun perifer, serta meningkatkan pelepasan epinefrin dari medulla adrenal. Di samping itu, terdapat hubungan langsung neuron norepinefrin yang bersinaps pada sel target imun.
Dengan demikian, di dalam menghadapi stresor, juga terdapat aktivasi imun yang dalam termasuk pelepasan faktor imun humoral (sitokin) seperti IL-1 dan IL-6. Sitokin dapat meyebabkan pelepasan CRF lebih lanjut yang di dalam teori berfungsi untuk meningkatkan efek glukokortikoid sehingga membatasi sendiri aktivasi imun.

b)     Pendekatan Problem Solving (Coping)
Banyak definisi yang dilontarkan oleh para pakar psikologi guna mengartikan coping, bisa diartikan strategi coping menunjuk pada berbagai upaya, baik mental maupun perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan.
Lazarus mendefinisikan coping sebagai suatu cara suatu individu untuk mengatasi situasi atau masalah yang dialami baik sebagai ancaman atau suatu tantangan yang menyakitkan. Dengan perkataan lain strategi coping merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menanggani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya.
Umumnya coping strategi  dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi kehidupannya. Dan coping dipandang sebagai suatu usaha untuk menguasai situasi tertekan, tanpa memperhatikan akibat dari tekanan tersebut. Namun ingat coping dukanlah suatu usaha untuk menguasai seluruh situasi yang menekan, karena tidak semua situasi tertekan dapat benar-benar dikuasai.
Kesimpulannya, strategi coping merupakan suatu upaya indivdu untuk menanggulangi situasi stres yang menekan akibat masalah yang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kogntif maupun prilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya sendiri.
Coping yang efektif umtuk dilaksanakan  adalah coping yang membantu seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya (lazarus dan folkman).
Jenis-Jenis Strategi Coping
Ø  Problem-Solving Focused Coping
Dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stress, dan dipaparkan para ahli bahwa aspek-aspek yang digunakan individu di bagi menjadi lima, sebagai berikut ;

·         Distancing
Ini adalah suatu bentuk coping yang sering kita temui, yaitu usaha untuk menghindar dari permasalahan dan menutupinya dengan pandangan yang positf, dan seperti menganggap remeh/lelucon suatu masalah.
·         Planful Problem Solving
Adalah suatu perencanaan, individu membentuk suatu strategi dan perencanaan menghilangkan dan mengatasi stress, dengan melibatkan tindakan yang teliti, berhati-hati, bertahap dan analitis.
·         Positive Reapraisal
Merupakan usaha untuk mencari makna positif dari permasalahan dengan pengembangan diri, dan stategi ini terkadang melibatkan hal-hal religi.
·         Self Control
Merupakan suatu bentuk dalam penyelesaian masalah dengan cara menahan diri, mengatur perasaan, maksudnya selalu teliti dan tidak tergesa dalam mengambil tindakan.
·         Escape
Usaha untuk menghilangkan stress dengan melarikan diri dari masalah, dan beralih pada hal-hal lain, seperti merokok, narkoba, makan banyak dll.
·         Emotion-Focused Coping
Dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan diitmbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan.