STRESS
A.
PENGERTIAN
STRESS
Stress
adalah suatu kondisi anda yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang
dihasratkan oleh individu itu dan yang
hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stress
adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri,
sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat.
Stres tidak
selalu buruk, walaupun biasanya dibahas dalam konteks negatif, karena stres
memiliki nilai positif ketika menjadi peluang saat menawarkan potensi
hasil. Sebagai contoh, banyak profesional
memandang tekanan berupa beban kerja yang berat dan
tenggat waktu yang mepet sebagai tantangan
positif yang menaikkan mutu pekerjaan mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan
dari pekerjaan mereka.
Stres bisa
positif dan bisa negatif. Para peneliti
berpendapat bahwa stres tantangan, atau stres yang menyertai tantangan di lingkungan kerja, beroperasi sangat berbeda
dari stres hambatan, atau stres yang menghalangi dalam mencapai tujuan. Meskipun riset
mengenai stres tantangan dan stres hambatan baru tahap permulaan, bukti awal
menunjukan bahwa stres tantangan memiliki banyak implikasi yang lebih sedikit
negatifnya dibanding stres hambatan.
B.
ARTI
PENTING STRESS
Manusia sudah
ditakdirkan bergantung pada stress dalam perjalannya hidup manusia. Misalnya,
mereka melarikan diri pemangsa, melawan musuh dan bertahan hidup dari dunia
yang dianggap tidak bersahabat. Pada awal peradaban kehidupan manusia, stress menjadi
mekanisme pertahanan hidup. Saat ini, stress justru masuk kedalam katogori “penyakit”.
a)
Gejala Stress
Reaksi
stress adalah kondisi yang ditandai adanya ketegangan fisik dan konflik yang
berlangsung terus menerus. Setiap reaksi yang kita miliki belum tentu merupakan
gejala stress. Reaksi orang pasti dan selalu berbeda-beda. Apa yang menjadi
tanda stress bagi seseorang mungkin merupakan pertanda penyakit bagi orang
lain. Gejala stress dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yakni fisik, emosi
dan perilaku.
Pada
dasarnya, setiap orang memiliki respons yang sama terhadap stress. Seberapa
besar pengaruh stress pada diri kita tergantung sepenuhnya pada penangan yang
kita lakukan. Mempunyai pandangan bahwa stress merupakan sesuatu yang membangun
dan bukan sebaliknya.
b)
Toleransi Terhadap Stress
Beberapa orang mampu bekerja dengan baik dibawah
tekanan atau karena adanya persaingan. Kelihatannya mereka lebih puas bila
dapat menempati tenggat, mengejar target penjualan atau melakukan sesuatu yang
menimbulkan perasaan bergairah dalam hidup mereka.
Mereka adalah sebagian kecil orang yang beranggapan
bahwa stress tidak perlu menjadi hal yang merugikan dan bahwa stress dapat
menjadi bagian dari kehidupan yang sehat dan produktif. Bagi orang semacam ini,
toleransi terhadap stress secara otomatis dapat mengubah situasi negatif menjadi
positif.
Salah satu teori stress yang paling populer
menyatakan bahwa individu yang toleran terhadap stress memiliki sikap hidup
yang terkendali, mempunyai komitmen dan peka terhadap tujuan. Namun individu
yang cenderung mengalami stress merasa tidak berdaya terhadap
peristiwa-peristiwa di sekitarnya. Secara umum kita mengatakan bahwa stress yang
positif berasal dari situasi yang mampu kita kendalikan sedangkan yang buruk
adalah stress yang tidak mampu kita kendalikan.
Persepsi stress dipengaruhi oleh berbagai faktor,
antara lain usia, kecerdasan, penghasilan, kemampuan fisik, tingkat pendidikan,
agama dan lain sebagainya. Misalnya kita dituntut untuk memecahkan masalah yang
sulit. Kita tidak akan begitu merasa terbebani bila kita memiliki tingkat pendidikan
dan kecerdasan yang memadai untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pada
hakekatnya, persepsi kita terhadap stress adalah faktor penting dalam
menentukan perlakuan kita terhadapnya.
C.
TIPE-TIPE
STRESS
a) Tekanan
Tekanan (stress) adalah suatu jenis
unsur suprasegmental yang ditandai oleh keras-lembutnya arus ujaran.
b) Frustasi
Frustasi berasal dari bahasa
latin frustratio, adalah perasaan kecewa akibat terhalang dalam
pencapaian tujuan. Semakin penting tujuannya, semakin besar frustrasi
dirasakan.Rasa frustrasi bisa menjurus ke stress. atau Frustasi dapat berasal
dari dalam (internal) atau dari luar diri (eksternal) seseorang yang
mengalaminya.
Sumber yang berasal dari dalam
termasuk kekurangan diri sendiri seperti kurangnya rasa percaya diri atau
ketakutan pada situasi sosial yang menghalangi pencapaian tujuan. Konflik juga
dapat menjadi sumber internal dari frustrasi saat seseorang mempunyai beberapa
tujuan yang saling berinterferensi satu sama lain. Penyebab eksternal dari
frustrasi mencakup kondisi-kondisi di luar diri seperti jalan yang macet, tidak
punya uang, atau tidak kunjung mendapatkan jodoh.
c) Konflik
Konflik timbul karena tidak bisa
memilih antara dua atau lebih macam-macam keinginan, kebutuhan atau tujuan. Ada
3 jenis konflik, yaitu :
Ø Approach-Approach Conflict
Terjadi apabila individu harus memilih satu diantara dua
alternatif yang sama-sama disukai, misalnya saja seseorang yang sulit
menentukan keputusan diantara dua pilihan karir yang sama-sama diinginkan.
Stres muncul akibat hilangnya kesempatan untuk menikmati alternatif yang tidak
diambil. Jenis konflik ini biasanya sangat mudah dan cepat diselesaikan.
Ø Avoidance-Avoidance Conflict
Terjadi bila individu dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama
tidak disenangi, misalnya wanita muda yang hamildiluar pernikahan, di satu sisi
ia tidak ingin aborsi tapi disisi lain ia belum mampu secara mental dan
finansial untuk membesarkan anaknya nanti.
Konflik jenis ini lebih sulit diputuskan dan memerlukan
lebih banyak tenaga dan waktu untuk menyelesaikannya karena masing-masing
alternatif memiliki konsekuensi yang tidak menyenangkan.
Ø Approach-Avoidance Conflict
Merupakan
situasi dimana individu merasa tertarik sekaligus tidak menyukai atau ingin menghindar
dari seseorang atau suatu objek yang sama, misalnya seseorang yang berniat
berhenti merokok,karena khawatir merusak kesehatannya tetapi ia tidak dapat
membayangkan sisa hidupnya kelak tanpa rokok.
d)
Kecemasan
Kecemasan adalah keadaan mendadak yang menimbulkan stres
pada individu, misalnya kematian orang yang disayangi, kecelakaan dan penyakit
yang harus segera dioperasi.
D.
SYMPTOM REDUCING RESPONES STRESS
a)
Respon Terhadap Stress (Defences
Mechanism)
Ø Respon
Neurotransmitter
Stressor mengaktifkan sistem noradrenergik di otak (paling
jelas di locus ceruleus) dan menyebabkan pelepasan katekolamin dari sistem
saraf otonom. Stresor juga mengaktifkan sistem serotonergik di otak, seperti
yang dibuktikan dengan meningkatnya pergantian serotonin.
Stres juga meningkatkan neurotransmisi dopaminergik pada
jaras mesofrontal. Neurotransmitter asam amino dan peptidergik juga terlibat di
dalam respon stres. Sejumlah studi menunjukkan bahwa corticotrophin-releasing factor (CRF) (sebagai neurotransmitter,
bukan sebagai pengatur hormonal fungsi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal), glutamat
(melalui reseptor N-metil-D-aspartat [NMDA]) dan gama aminobutiric acid (GABA) semuanya memainkan peranan penting di
dalam menimbulkan respon stres atau mengatur sistem yang berespon terhadap
stres lainnya seperti sirkuti otak dopaminergik dan noradrenergik.
Ø Respon
Endokrin
Sebagai respon terhadap stres, CRF disekresikan dari
hipotalamus ke sistem hipofisial-hipofisis-portal. CRF bekerja di hipofisis
anterior untuk memicu pelepasan hormon adrenokortokotropin (ACTH). Setelah
dilepaskan, ACTH bekerja di korteks adrenal untuk merangsang sintesis dan
pelepasan glukokortikoid. Glukokortikoid sendiri memiliki jutaan efek di dalam
tubuh, tetapi kerjanya dapat dirangkum dalam istilah singkat untuk meningkatkan
penggunaan energi, meningkatkan aktivitas kardiovaskuler (di dalam respon fight or flight), dan menghambat fungsi seperti pertumbuhan, reproduksi, dan
imunitas.
Aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal merupakan pelaku
pengendali umpan balik negatif yang ketat melalui produk akhirnya sendiri (ACTH
dan kortisol) di berbagai tingkat, termasuk hipofisis anterior, hipotalamus,
dan region otak suprahipotalamik seperti hipokampus. Di samping CRF, berbagai secretagogue (zat yang merangsang
pelepasan ACTH) dikeluarkan dan dapat memintas pelepasan CRF serta bekerja
langsung untuk memulai kaskade glukokortikoid. Contoh secretagogue termasuk katekolamin, vasopressin, dan oksitosin. Yang
menarik, stresor berbeda (stres dingin lawan hipotensi) memicu pola pelepasan secretagogue yang berbeda, juga
menunjukkan bahwa gagasan respons stres yang sama terhadap stresor umum adalah
terlalu disederhanakan.
Ø Respon
Imun
Bagian dari respon stres terdiri atas inhibisi fungsi imun
oleh glukokortikoid. Inhibisi dapat mencerminkan kerja kompensasi aksis
hipotalamus-hipofisis-adrenal untuk mengurangi efek fisiologis stres lainnya.
Sebaliknya stres juga dapat menyebabkan aktivasi imun melalui berbagai jalur.
CRF sendiri dapat merangsang pelepasan norepinefrin melalui reseptor CRF yang
terletak di locus cereleus yang mengaktifkan sistem saraf simpatis, baik
sentral maupun perifer, serta meningkatkan pelepasan epinefrin dari medulla
adrenal. Di samping itu, terdapat hubungan langsung neuron norepinefrin yang bersinaps
pada sel target imun.
Dengan demikian, di dalam menghadapi stresor, juga terdapat
aktivasi imun yang dalam termasuk pelepasan faktor imun humoral (sitokin)
seperti IL-1 dan IL-6. Sitokin dapat meyebabkan pelepasan CRF lebih lanjut yang
di dalam teori berfungsi untuk meningkatkan efek glukokortikoid sehingga
membatasi sendiri aktivasi imun.
b)
Pendekatan Problem Solving (Coping)
Banyak definisi yang dilontarkan oleh para pakar psikologi
guna mengartikan coping, bisa
diartikan strategi coping menunjuk pada berbagai upaya, baik mental maupun
perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu
situasi atau kejadian yang penuh tekanan.
Lazarus mendefinisikan coping sebagai suatu cara suatu
individu untuk mengatasi situasi atau masalah yang dialami baik sebagai ancaman
atau suatu tantangan yang menyakitkan. Dengan perkataan lain strategi coping
merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menanggani dan menguasai
situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan
cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman
dalam dirinya.
Umumnya coping strategi dapat didefinisikan sebagai
kemampuan seseorang untuk mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi
kehidupannya. Dan coping
dipandang sebagai suatu usaha untuk menguasai situasi tertekan,
tanpa memperhatikan akibat dari tekanan tersebut. Namun ingat coping dukanlah
suatu usaha untuk menguasai seluruh situasi yang menekan, karena tidak semua
situasi tertekan dapat benar-benar dikuasai.
Kesimpulannya, strategi coping merupakan suatu upaya
indivdu untuk menanggulangi situasi stres yang menekan akibat masalah yang
dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kogntif maupun prilaku guna
memperoleh rasa aman dalam dirinya sendiri.
Coping yang efektif umtuk dilaksanakan adalah coping
yang membantu seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan dan
tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya (lazarus dan folkman).
Jenis-Jenis Strategi Coping
Ø Problem-Solving Focused Coping
Dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari
masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stress, dan
dipaparkan para ahli bahwa aspek-aspek yang digunakan individu di bagi menjadi
lima, sebagai berikut ;
·
Distancing
Ini
adalah suatu bentuk coping yang sering kita temui, yaitu usaha untuk menghindar
dari permasalahan dan menutupinya dengan pandangan yang positf, dan seperti
menganggap remeh/lelucon suatu masalah.
·
Planful
Problem Solving
Adalah suatu perencanaan, individu membentuk suatu strategi dan
perencanaan menghilangkan dan mengatasi stress, dengan melibatkan tindakan yang
teliti, berhati-hati, bertahap dan analitis.
·
Positive
Reapraisal
Merupakan
usaha untuk mencari makna positif dari permasalahan dengan pengembangan diri,
dan stategi ini terkadang melibatkan hal-hal religi.
·
Self
Control
Merupakan
suatu bentuk dalam penyelesaian masalah dengan cara menahan diri,
mengatur perasaan, maksudnya selalu teliti dan tidak tergesa dalam mengambil
tindakan.
·
Escape
Usaha
untuk menghilangkan stress dengan melarikan diri dari masalah, dan beralih pada
hal-hal lain, seperti merokok, narkoba, makan banyak dll.
·
Emotion-Focused
Coping
Dimana
individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka
menyesuaikan diri dengan dampak yang akan diitmbulkan oleh suatu kondisi atau
situasi yang penuh tekanan.